"Punten
Bapak aduh…," tanya seorang perempuan Sunda kepada seorang lelaki Jawa.
"Saya teh tanya, ngumpulnya anak-anak Shaggy Dog itu dimana…?
"Oh
anak-anak Shaggy Dog. Mereka itu ngumpulnya di Sayidan. Kalau dari
sini, Mbaknya langsung saja ke Gondomanan," kata lelaki tadi dalam
bahasa Indonesia khas Yogyakarta.
"Muhun.…"
"Dari Perempatan Gondomanan, Mbaknya langsung belok kanan. Nanti di situ banyak anak nongkrong. Tanya saja di situ."
"Di Sayidan ya, Pak. Hatur nuhun."
Itulah
potongan dialog dalam album baru Shaggy Dog, grup musik asal
Yogyakarta, yang menyebut diri memiliki doggy style, menggabungkan
bermacam aliran musik, seperti ska, reggae, jazz, swing, dan rock and
roll. Dialog itu mengawali lagu yang berjudul Sayidan, sebuah lagu
berjenis ska, mengisahkan kampung padat Sayidan yang berada di tengah
Kota Yogyakarta.
Sayidan adalah tempat lahir Shaggy Dog, grup
band yang banyak digemari anak muda. Kampung itu bukan kampung elite,
tetapi kampung padat, sebuah permukiman yang memanfaatkan wedi kengser
(bantaran) Sungai Code yang membelah Kota Yogyakarta. "Kami memang lahir
benar-benar dari bawah dan sampai sekarang pun masih tetap sebagai
orang bawah, orang Sayidan," kata Heru, vokalis Shaggy Dog.
Grup
band ini, dengan personel Heru (vokal), Bandize (bas), Richard (gitar),
Yoyo (drum), Raymondus (gitar), dan Heru Lili (keyboard), memang sudah
boleh disejajarkan dengan grup band lain, seperti Dewa, Sheila on 7,
Slank, dan Gigi. Meskipun baru menelurkan tiga album-dua digarap secara
indie label dan satu digarap oleh industri rekaman-pentas-pentas yang
dilakukan di berbagai kota di Tanah Air, langsung atau tidak, telah
mempercepat hit-hit Shaggy Dog singgah di hati kawula muda Indonesia.
Setidaknya, 20.000 kopi album terakhir mereka yang baru diedarkan dua
bulan lalu sudah terjual.
Dari album terakhir, yang digarap oleh
perusahaan industri rekaman ini, yang cukup menjadi hit adalah lagu
Sayidan. Itu bukan saja di kawula muda Yogyakarta, tetapi juga di
kota-kota lain. Dengan lagu itu, Shaggy Dog seperti berhasil memotret
sebuah realitas kehidupan masyarakat bawah yang tinggal di kawasan
perkotaan. Realitas itu dilihatnya sebagai fakta bahwa baik atau buruk
bukan dua hal yang paradoks, tetapi selalu berimpitan menyertai
kehidupan manusia.
Artinya, tidak ada manusia baik, tidak ada manusia buruk, yang ada adalah manusia yang hidup di bawah filosofi baik dan buruk.
Dalam
konteks semacam itulah lagu Sayidan lantas menemukan maknanya. Dalam
refrein lagu itu berbunyi: Di Sayidan di jalanan/ angkat skali lagi
gelasmu kawan…Di Sayidan di jalanan/ tuangkan air kedamaian. Kebiasaan
minum minuman keras di sebagian masyarakat Sayidan diangkat Shaggy Dog
sebagai titik tolak bicara keanekaragaman pergaulan hidup kampung itu.
"Keanekaragaman
kehidupan itu kenyataannya tidak membuat Sayidan menjadi wilayah
eksklusif dengan segala cercaannya. Toh warga Sayidan justru memiliki
pergaulan yang begitu hangat, cair, penuh persaudaraan, dan memiliki
semangat gigih dalam mengarungi kehidupan, betapa pun sulitnya," kata
Heru yang dibenarkan oleh seluruh personel Shaggy Dog.
Kondisi
itu diungkapkan Shaggy Dog dalam syair lanjut dari lagu itu. Jangan kau
takut pada gelap malam/bulan dan bintang semuanya teman. Lirik itu bukan
memiliki arti harfiah saja, tetapi di dalamnya juga terkandung kekuatan
makna filosofis. "Gelap malam adalah tantangan hidup. Tetapi bulan
bintang selalu menjadi terang, menjadi teman, yang menghilangkan segala
ketakutan. Itulah wong Sayidan," kata Richard.
Begitulah Shaggy
Dog yang hidup dan tumbuh di antara tembok-tembok tua, tikus-tikus liar,
di petak-petak rumah yang berimpit-impitan, yang membuat Sayidan
disebut orang sebagai kampung kumuh. "Tetapi menyenangkan hidup di
kampung ini. Kita bisa melihat segala kenyataan hidup. Malam-malam ada
orang lari-lari karena dikejar-kejar orang berpedang dan masuk markas
anak-anak Shaggy Dog. Bahkan, kita juga bisa melihat pekerja seks yang
lari-lari masuk Kampung Sayidan karena dikejar petugas," kata Heru,
personel Shaggy Dog dari luar Sayidan tetapi hatinya telah menyatu
dengan kampung itu.
Barangkali itulah yang mengilhami Shaggy Dog
dalam menggarap lagu-lagu mereka. Dari 12 lagu dalam album terbaru
mereka yang berlabel Hot Dog, tidak ada satu pun yang berlirik cinta.
Yang ada adalah pengalaman-pengalaman hidup personel Shaggy Dog yang
semuanya memang suka nongkrong dalam kehidupan malam.
Lagu-lagu mereka senantiasa menggugah dan sinis terhadap orang-orang lemah semangat.
Bangkitlah,
bangkit berbuat sesuatu/ sebelum dunia ini berputar melindas kepalamu…
Bila kau hanya terdiam kaku/gali saja kuburmu…, begitu potongan lagu
mereka yang berjudul PUT.
KEBIASAAN minum yang dilakukan sebagian
warga Sayidan bukan lantas menjadi semacam aib bagi kampung ini.
"Meskipun minum, Anda tahu sendiri tidak ada kegaduhan dan selalu aman.
Semua warga di sini bekerja, entah apa pun bentuknya. Itu sebabnya di
kampung ini banyak tumbuh industri rumah tangga," kata mantan Ketua
Rukun Warga (RW) Sayidan Sugiarto. "Dari 420 KK penduduk Sayidan,
sebagian besar anak muda dan semuanya bekerja, tukang parkir, tukang
becak pun dijalani," katanya lagi.
Oleh karena itu, lanjut
Sugiarto, istri Wali Kota Yogyakarta, Diyah Suminar SE, yang juga Ketua
Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Kota Yogyakarta, sempat
terheran-heran dengan dinamika warga Kampung Sayidan. Di kampung yang
dinilai kumuh ini ternyata ada industri sablon, tas, sepatu, sandal, dan
bentuk kerajinan lainnya.
Menurut Sugiarto, kiat mengatasi
kemiskinan di kampungnya begitu kuat dan penuh semangat. "Semua usaha
home industry ini jalan, terjual dan sudah ada pemesan, terutama pesanan
dari kalangan pedagang kerajinan di Jalan Malioboro," kata Sugiarto
lagi. "Berdasarkan kenyataan itulah, Bu Wali Kota Yogya berniat
mengusulkan Sayidan sebagai daerah wisata kampung kreatif," katanya
menambahkan.
Yang makin mengherankan istri Wali Kota Yogyakarta
itu adalah ketika mendengar bahwa di Sayidan pula tempat lahirnya Shaggy
Dog. "Bu Wali Kota bilang, kampung yang katanya kumuh itu telah
melahirkan anak-anak kreatif, yang membawa harum nama Yogyakarta dalam
belantika musik," kata Sugiarto menuturkan.
Shaggy Dog sendiri, hingga tumbuh menjadi grup musik yang punya nama, berangkat dari kondisi sosial ekonomi orang Sayidan pula.
Artinya,
tak ada bos yang mendanai mereka. Semuanya hanya ditempuh dengan
ketekunan dan kenekatan. Gitar pinjam, dari pemilik gitar satu ke
pemilik gitar yang lain. "Dulu kami hanya gitar-gitaran, ya sambil
minum-minum dikit, mencoba membuat lagu. Kami catat dan nyanyikan
bareng," kata Heru.
Baru tahun 1997 mereka mencoba serius
membentuk grup band. Jika punya uang, mereka latihan di studio musik.
Tahun 1999 Shaggy Dog mulai dikenal masyarakat Yogyakarta dan frekuensi
undangan pentas makin sering. "Ya karena kami tidak punya gitar alat
sendiri, kalau main, ya memakai gitar yang disediakan panitia," kata
Richard.
Pada tahun 1999 itu pula Shaggy Dog mulai merekam lagu
mereka. Pembuatan album musik indie yang kedua tahun 2001 benar-benar
menunjukkan kenekatan anak-anak muda yang berusia 23-26 tahun itu. Motor
milik manajer mereka, Memet, terpaksa dijual untuk keperluan rekaman di
Bandung, Jawa Barat. Karena dana tidak cukup, selama di Bandung mereka
ngamen di kawasan Dago untuk ongkos pulang ke Yogyakarta.
Keberhasilan
anak muda yang semuanya drop out dari bangku kuliah ini seperti menjadi
simbol kebanggaan masyarakat arus bawah. Sayidan dan Shaggy Dog ibarat
dua sisi mata uang yang memang tak bisa dipisahkan. Bukan hanya sejarah
yang memaknai keberadaan keduanya yang memang benar-benar membaur,
tetapi juga suka duka dan ritme yang digelorakan dalam musik Shaggy Dog
adalah ritme orang-orang Sayidan itu sendiri.
Lihatlah, ketika
Shaggy Dog hendak berangkat pentas, ngumpul di rumah kecil di Sayidan,
milik salah satu personel mereka, kaum muda di sana berdatangan,
bersimpati, serta memberi dukungan dan semangat. Sebelum berangkat,
Shaggy Dog dan anak-anak kampung itu pun saling bersulang minuman, tanda
perdamaian dan kebersamaan.
Shaggy Dog memang milik orang
Sayidan. Shaggy Dog, anak-anak muda itu, telah memberi arti bagi kampung
halamannya yang selama ini dikenal sebagai daerah kumuh. Seperti lagu
mereka yang berjudul Sayidan, Shaggy Dog telah menuangkan "air
kedamaian" di Sayidan.
shaggy dog_sayidan mp3
http://www.4shared.com/get/0iuRDt0T/shaggydog_-_di_sayidan.html;jsessionid=FD75E3AC9C359F8E2EE165DE13BB54A6.dc323